Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘Hubungan antara defisit dan pendapatan nasional’

(Bayu Sulistiantoro, 2013)

Secara umum, terdapat tiga pemikiran mengenai dampak ekonomi dari defisit anggaran, yakni: Neoklasik, Keynesian, dan Ricardian. Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya untuk terlebih dahulu meriviu struktur dasar dan implikasi dari masing-masing pemikiran atau paradigma tersebut.

Dalam pandangan Neoklasik, individu dianggap memiliki pandangan jauh ke depan untuk merencanakan konsumsinya selama siklus hidup mereka. Defisit anggaran meningkatkan total konsumsi seumur hidup dengan menggeser pajak ke generasi berikutnya. Jika sumber daya ekonomi diberdayakan seluruhnya, peningkatan konsumsi perlu menunjukkan adanya penurunan tabungan. Kemudian suku bunga harus naik untuk membawa pasar modal mencapai keseimbangan. Dengan demikian, defisit yang persisten menggeser (“crowd out“) akumulasi modal privat. Dalam lingkungan ekonomi saat ini, sebagian besar ekonom akan setuju bahwa konsekuensinya akan sangat merugikan.

Dalam pandangan Keynesian, sebagian besar penduduk dianggap baik memiliki pandangan jangka pendek atau likuiditasnya dibatasi. Individu ini memiliki kecenderungan yang sangat tinggi untuk mengkonsumsi pendapatan saat ini. Karena itu penurunan pajak temporer memiliki dampak signifikan yang langsung dan kuantitatif terhadap permintaan agregat. Jika sumber daya ekonomi pada awalnya menganggur, pendapatan nasional meningkat, sehingga menghasilkan efek berikutnya yang dikenal dengan sebutan multiplier Keynesian. Karena defisit merangsang konsumsi dan pendapatan nasional, tabungan dan akumulasi modal tidak perlu terpengaruh. Dengan demikian, defisit pada waktu yang tepat memiliki konsekuensi menguntungkan.

Dalam pandangan Ricardian, generasi ke generasi terhubung melalui transfer sumber daya secara sukarela dan motivasi untuk berkorban. Dalam kondisi tertentu, ini berarti bahwa konsumsi ditetapkan sebagai fungsi sumber daya dinasti (yaitu, total sumber daya pembayar pajak dan semua keturunannya). Karena defisit hanya menggeser pembayaran pajak kepada generasi mendatang (nilai-nilai diskonto sekarang dari pajak dan pengeluaran harus sesuai), meninggalkan sumber daya dinasti dalam kondisi tidak terpengaruh. Dengan demikian, kebijakan defisit adalah masalah indifference.

Diantara tiga paradigma tersebut diatas terdapat pendukungnya masing-masing. Pemikiran seseorang tentang apakah defisit baik, buruk, atau tidak relevan secara fundamental tergantung pada pilihannya tentang paradigma yang ada. Berikut dibahas lebih detail mengenai ketiga paradigma tersebut.

 

 

Paradigma Neoklasik

Model standar dari Neoklasik memiliki tiga fitur utama. Pertama, konsumsi setiap individu ditentukan sebagai solusi untuk masalah optimasi antarwaktu, di mana baik meminjam dan memberikan pinjaman diperbolehkan pada tingkat suku bunga pasar. Kedua, individu memiliki rentang hidup yang terbatas. Setiap konsumen termasuk ke dalam kelompok atau generasi tertentu, dan rentang hidup dari generasi ke generasi tersebut saling tumpang tindih. Ketiga, pembukaan (kliring) pasar secara umum diasumsikan dalam semua periode.

Paper yang dibuat oleh Diamond (1965) merupakan upaya pertama untuk mempelajari secara formal mengenai pengaruh defisit anggaran dalam konteks model tersebut. Diamond berpendapat bahwa peningkatan permanen dalam ratio of domestically held debt to national income menekan kestabilan capital-labor ratio. Pada tingkat suku bunga original, konsumen tidak bersedia mempertahankan volume original dari modal dan obligasi fisik, ditambah dengan obligasi baru. Kenaikan suku bunga merangsang penambahan tabungan dan mengurangi investasi sampai ekuilibrium pasar modal dibangun kembali. Dengan demikian, defisit pemerintah yang persisten menggeser akumulasi modal privat.

Analisis Diamond berfokus pada perubahan permanen dalam defisit, dan tidak menjelaskan efek dari perubahan temporer. Baru-baru ini, Auerbach dan Kotlikoff (1986) telah melakukan simulasi kebijakan dalam model Neoklasik yang jauh lebih kompleks. Analisis mereka menekankan bahwa dampak langsung dari defisit anggaran temporer mungkin sangat kecil, dan mungkin merugikan (defisit temporer mungkin merangsang tabungan dalam jangka pendek). Hasil ini mencerminkan beberapa pertimbangan. Dimulai dengan, perekonomian memiliki kehidupan yang cukup lama, sehingga dampak kenaikan kekayaan seumur hidup pada konsumsi saat ini “wealth effect” cukup kecil, mungkin beberapa sen dolar. Selain itu, jika pengeluaran pemerintah konstan, maka defisit temporer mencerminkan pengurangan pajak. Biasanya, ini berarti tarif pajak marjinal lebih rendah. Pengurangan tarif pajak pendapatan nasional merangsang tabungan secara langsung dengan menaikkan tarif pajak setelah pengembalian. Tarif pajak pendapatan pekerja yang sementara waktu lebih rendah mendorong substitusi antarwaktu, meningkatkan penghasilan saat ini, dan tabungan. Untuk parameter yang wajar, efek ini mungkin mendominasi efek kekayaan. Dengan demikian, paradigma Neoklasik menyiratkan bahwa defisit temporer harus memiliki pengaruh yang sangat sedikit, atau bahkan memberikan efek berlawanan pada variabel ekonomi dalam jangka pendek.

Meski begitu, Auerbach dan Kotlikoff dengan cepat menunjukkan bahwa efek kekayaan berakumulasi dari waktu ke waktu, sehingga bahkan defisit temporer akhirnya menggeser pembentukan modal privat. Misalnya, mereka menemukan bahwa pengurangan tarif pajak penghasilan temporer sebesar sepertiga untuk jangka waktu 5 tahun akan meningkatkan tabungan oleh sekitar 20 persen pada tahun pertama. Namun, dalam kondisi baru yang stabil, modal per kapita akan turun sebesar 7,8 persen.

Pada awal bagian ini, dicantumkan tiga fitur yang menjadi ciri model standar Neoklasik. Masing-masing fitur memainkan peran penting dalam menentukan dampak dari defisit anggaran.

Saat ini sudah banyak literatur yang menyelidiki validitas empiris dari fitur yang pertama, bahwa konsumen berperilaku seolah-olah mereka memecahkan masalah optimasi antarwaktu, dengan akses ke pasar modal sempurna (lihat survei baik oleh King, 1983 dan Hayashi, 1985). Banyak literatur ini dibangun berdasarkan formulasi Hall (1978) tentang hipotesis pendapatan permanen stokastik. Meskipun banyak masalah dengan estimasi dan interpretasi, bukti yang ada mendukung pandangan ini bahwa minoritas yang cukup besar (sekitar 20 persen) dari individu gagal untuk berperilaku dengan cara yang konsisten dengan optimasi antarwaktu tak terbatas. Pandangan ini ditopang oleh bukti eksperimental, yang menunjukkan “ketidakmampuan secara luas untuk membuat keputusan konsumsi yang koheren dan konsisten” dalam konteks perencanaan siklus hidup (Johnson, Kotlikoff, dan Samuelson, 1987). Bahkan, ada yang bertindak cukup jauh dengan menyarankan bahwa maksimalisasi utilitas antarwaktu harus digantikan oleh teori-teori yang lebih menyeluruh berakar pada prinsip-prinsip psikologis (misalnya, Shefrin dan Thaler, 1985).

Mengingat temuan ini, orang mungkin bertanya-tanya bagaimana likuiditas yang dibatasi atau konsumen yang berpandangan jangka pendek akan mengubah hasil Neoklasik yang telah dijelaskan di atas. Salah satu strategi (Hubbard dan Judd, 1986) akan memperkenalkan suatu kendala eksogen pada pinjaman, yang akan mengikat untuk beberapa fraksi dari populasi. Hal ini tidak akan mengubah kesimpulan bahwa peningkatan permanen dalam rasio utang terhadap pendapatan nasional menekan akumulasi modal. Seperti dalam model Diamond, konsumen tak terbatas tidak akan bersedia untuk mempertahankan volume original dari modal dan obligasi, ditambah obligasi baru, pada tingkat suku bunga original. Ketika fraksi konsumen yang likuiditasnya dibatasi meningkat, sensitivitas bunga tabungan jatuh, dan peningkatan suku bunga yang lebih besar diperlukan untuk menyeimbangkan pasar modal. Oleh karena itu, konsumen yang likuiditasnya dibatasi mungkin juga memperkuat kesimpulan bahwa defisit permanen akan menekan akumulasi modal.

Di sisi lain, ini perubahan model Neoklasik menyebabkan prediksi substansial yang berbeda mengenai dampak dari defisit temporer. Bagi individu yang dibatasi, kecenderungan marjinal untuk mengkonsumsi sumber daya yang likuid adalah merupakan kesatuan. Jika terdapat cukup konsumen yang dibatasi, maka pertimbangan ini akan membanjiri efek jangka pendek yang dijelaskan di atas, dan defisit temporer akan memiliki efek negatif yang langsung dan substansial pada tabungan.

Beberapa model pendistribusian kredit menunjukkan bahwa kendala harus merespon secara endogen terhadap kebijakan fiskal. Menggunakan model di mana kendala likuiditas dihasilkan dari masalah adverse selection, Hayashi (1985) dan Yotsuzuka (1986) berpendapat bahwa konsumsi harus sensitif terhadap distribusi pajak selama masa hidup individu, bahkan jika individu tampaknya dibatasi pada periode tertentu. Analisis mereka menunjukkan bahwa kendala likuiditas tidak akan secara signifikan mengubah dampak jangka pendek dari defisit temporer dalam model Neoklasik. Di tempat lain (Bemheim, 1987), telah menunjukkan bahwa hasil dari Hayashi/Yotsuzuka sangat sensitif terhadap asumsi kontrafaktual bahwa pajak merupakan pendapatan independen. Jika pajak di masa datang yang positif berkaitan dengan pendapatan di masa datang, maka efek jangka pendek dari defisit anggaran temporer harus untuk merangsang konsumsi, seperti ketika kendala ditentukan secara eksogen. Selanjutnya, hasil dari Hayashi/Yotsuzuka efektif tergantung pada kemampuan konsumen untuk menggunakan penghasilan masa yang akan datang setelah pajak sebagai jaminan terhadap pinjaman.

Dua fitur tersisa dari model standar Neoklasik sangat penting. Bahkan, karakteristik kedua (finite lifetimes) mendefinisikan perbedaan utama antara kerangka kerja Neoklasik dan Ricardian, sedangkan karakteristik ketiga (full employment) adalah perbedaan utama antara paradigma Neoklasik dan Keynesian.

Implikasi empiris utama dari Neoclassicism adalah jika konsumen rasional, memiliki pandangan ke jauh depan, dan memiliki akses ke pasar modal yang sempurna, maka defisit permanen secara signifikan menekan akumulasi modal, dan defisit temporer memiliki sebuah efek yang dapat diabaikan atau berlawanan pada sebagian besar variabel ekonomi (termasuk konsumsi, tabungan, dan suku bunga). Jika banyak konsumen yang likuiditasnya dibatasi atau berpandangan jangka pendek, dampak dari defisit permanen tetap tidak berubah secara kualitatif. Namun, defisit temporer harus menekan tabungan dan menaikkan suku bunga dalam jangka pendek. Dengan demikian, paradigma Neoklasik tidak mengikat secara erat efek dari defisit temporer, dan bukti yang berasal dari efek defisit temporer tidak berguna untuk menguji paradigma ini. Pelajaran fundamental dari kerangka Neoklasik memberikan perhatian pada efek dari defisit permanen.

 

Paradigma Keynesian

Pandangan Keynesian tradisional berbeda dengan paradigma Neoklasikal standar dalam dua hal. Pertama, diperbolehkannya suatu kemungkinan bahwa beberapa sumber daya ekonomi tidak diberdayakan. Kedua, disyaratkannya adanya individu yang berpandangan jangka pendek dan terbatas likuiditasnya dalam jumlah yang besar. Asumsi kedua tersebut menjamin bahwa konsumsi agregat sangat sensitif terhadap perubahan pendapatan disposabel.

Dalam cara yang paling sederhadan dan paling naif dari model Keynesian, peningkatan defisit anggaran sebesar $ 1 akan mengakibatkan output meningkat sebesar kebalikan dari marginal tabungan. Dalam analisis standar IS-LM atas ekonomi moneter, peningkatan output juga akan meningkatkan permintaan atas uang. Jika penawaran uang tetap (jikalau, defisit merupakan hasil pembiayaan obligasi), tingkat suku bunga harus ditingkatkan, dan investasi privat akan jatuh. Dan kemudian akan menurunkan output dan secara parsial akan meng-offset efek multiplier dari Keynesian.

Banyak penganut Keynesian tradisional berargumentasi bahwa defisit tidak perlu menggeser investasi privat. Dalam jurnal ini, Eisner menyarankan bahwa peningkatan permintaan agregat menambah keuntungan dari investasi privat dan meningkatkan investasi pada level yang lebih tinggi pada tingkat suku bunga apapun. Oleh karena itu, defisit mungkin sebenarnya menstimulasi tabungan dan investasi agregat, mengesampingkan fakta bahwa akan adanya peningkatan tingkat suku bunga. Dalam pandangan Eisner, peningkatan konsumsi disediakan dari sumber daya yang menganggur.

Terdapat tiga pokok keberatan atas teori Keynesian mengenai defisit anggaran. Pertama, sementara Keynesian dihargai atas pengakuan pentingnya sumber daya menganggur, setelah lebih dari lima dekade mereka tetap tidak mencapai kepuasan penuh atas teori yang mempertimbangkan adanya pengangguran. Mengalihkan penjelasan mengenai kekakuan pemberian upah dengan cara lama hanya menimbulkan pertanyaan. Sementara banyak peneliti telah mengajukan teori yang lebih komplit mengenai pengangguran (semisal Shapiro dan Stiglitz, 1984), tidak ada diantaranya yang telah diterima secara luas.

Pemahaman Keynesian yang rendah atas fenomena pengangguran cukup bermasalah. Ketika kegagalan pasar terjadi, secara potensial akan menyesatkan untuk menganalisis efek dari kebijakan pemerintah berdasar pada asumsi bahwa manifestasi dari kegagalan pasar akan tetap (pokok utama dari Lucas, 1973). Terdapat beberapa contoh dalam literatur dimana kebijakan pemerintah dengan sengaja berinteraksi dengan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan, dengan konsekuensi yang mengejutkan (Analisis Hayashi dan Yotsuzuka merupakan contoh yang bagus). Tanpa teori pengangguran yang lebih komplit, analisis Keynesian merupakan suatu tindakan yang bodoh.

Kedua, pandangan Keynesian terhadap defisit anggaran mengandaikan bahwa pemerintah dapat dan akan “menyelaraskan” kebijakan fiskal. Jika kita mengakui bahwa defisit menstimulasi permintaan aggregate, maka ini berarti bahwa ada keadaan dimana stimulasi ini mungkin merugikan. Bahkan pengikut paham Keynesian paling teguh bersedia untuk mengakui bahwa pada tingkat full employment, defisit riil akan mengalahkan investasi privat dan meningkatkan tingkat inflasi.

Menyadari bahwa biaya riil dari crowding out, banyak penganut Keynesian (seperti Eisner) berargumentasi untuk kebijakan “nominal” defisit, yang akan menghalangi peningkatan defisit riil pada saat perekonomian mencapai full employment. Kebijakan ini akan menyalurkan semua efek dari tidak tepat waktunya defisit ke inflasi. Para pendukung strategi ini tampaknya mengadopsi pandangan murni bahwa inflasi tanpa biaya. Pengalaman tahun 1970-an sangat menunjukkan sebaliknya. Inflasi berinteraksi dengan sistem pajak untuk menghasilkan distorsi yang signifikan dari perilaku. Hal ini sering mendistribusikan kembali sumber daya pada arah yang tak terduga dan tak diinginkan. Sebagai tambahan, tingginya tingkat inflasi berkaitan dengan variabilitas harga yang lebih besar, dan model formal penyesuaian harga menunjukkan hubungan kausal. Dengan demikian, inflasi ketidakpastian yang signifikan terhadap lingkungan ekonomi.

Jika analisis Keynesian menunjukkan bahwa defisit dapat memiliki efek positif atau merugikan, maka manajemen yang tepat untuk kebijakan fiskal menjadi penting. Kita disarankan untuk mengingat bahwa kebijakan anggaran ditentukan oleh Kongres, dan bukan oleh seorang raja filsuf Keynesian. Pengalaman baru-baru ini menggarisbawahi realitas politik: defisit sekali ditetapkan, mereka sulit untuk dikurangi. Gagasan bahwa sistem politik yang bisa menyempurnakan kebijakan fiskal dianggap terlalu mengada-ada. Memang, jika seseorang percaya Eisner, tingkat defisit  telah telah sepenuhnya tidak tepat.

Keberatan ketiga mengenai paradigma Keynesian adalah bahwa hal itu terutama menggambarkan efek dari defisit temporer. Memang, Bernheim berpendapat bahwa pada dasarnya kompatibel dengan paradigma neoklasik, yang terutama menyangkut efek defisit permanen. Dalam kegagalan untuk membedakan antara defisit temporer dan permanen, Keynesian memberikan saran menyesatkan kepada para pembuat kebijakan.

Untuk mengilustrasikan poin ini, diasumsikan untuk kesederhanaan bahwa pengangguran merupakan hasil dari kekakuan upah, dan bahwa upah menyesuaikan dari waktu ke waktu terhadap tingkat ekuilibrium Walrasian. Karena perekonomian mengalami guncangan permintaan agregat eksogen terus-menerus, full employment tidak pernah benar-benar tercapai, namun dengan waktu yang cukup, ekonomi akhirnya beroperasi dalam lingkungan keseimbangan Walrasian.

Sekarang dengan mempertimbangkan dua kebijakan defisit yang berbeda, A dan B. Dalam Kebijakan A, kita gunakan rasio defisit full employment untuk pendapatan full employment nasional yang stabil dari waktu ke waktu. Untuk Kebijakan B, kita melakukan hal yang sama kecuali bahwa kita gunakan rasio konstan pada tingkat yang lebih rendah. Bagaimana dampak dari perbandingan kedua kebijakan tersebut?

Jawaban atas pertanyaan tersebut sebagian bergantung pada keadaan awal perekonomian. Mengesampingkan kondisi awal, kita dapat membandingkan keadaan stasioner. Karena harga tidak bisa menyesuaikan diri dengan guncangan seketika, kedua keadaan stasioner akan menunjukkan pengangguran. Namun, dalam kedua kasus, ekonomi cenderung menuju kesetimbangan full employment. Kesetimbangan ini memerlukan tingkat yang lebih tinggi dari tabungan nasional, dan lebih tinggi akumulasi modal dengan kebijakan B dibandingkan dengan A. Kedua kesetimbangan tidak pernah benar-benar tercapai. Namun, sama sekali tidak ada alasan untuk percaya bahwa guncangan permintaan agregat harus menghasilkan penyimpangan yang lebih besar dari full employment dalam keadaan stasioner untuk kebijakan B daripada kebijakan A.

Hal ini, tentu saja, tersedia kemungkinan untuk memodifikasi kedua kebijakan yang memungkinkan untuk stabilisasi makroekonomi. Ketika faktor eksogen menyebabkan permintaan agregat menjadi rendah, orang akan ingin meningkatkan defisit melampaui tingkat tetapnya. Ketika faktor ini menyebabkan permintaan agregat akan tinggi, defisit harus ditetapkan di bawah tingkat tetapnya. Dengan cara ini, distribusi hasil diwujudkan dalam keadaan stasioner dapat dikompresi terhadap hasil full employment.

Namun, stabilisasi dapat dicapai terlepas dari apakah orang mengejar kebijakan A atau B. Perbedaan utamanya adalah bahwa, dalam kasus pertama, perekonomian cenderung menuju keseimbangan dengan tabungan dan investasi rendah, sedangkan dalam kasus kedua perekonomian cenderung menuju keseimbangan dengan tabungan dan investasi tinggi. Jadi, merupakan suatu hal yang wajar untuk membedakan antara defisit permanen, yang menentukan keseimbangan target dan tingkat akumulasi modal bagi perekonomian, dan defisit temporer, yang memfasilitasi stabilisasi makroekonomi. Analisis neoklasik memberitahu kita tentang yang pertama, dan paradigma Keynesian menjelaskan yang kedua.

Seorang penganut Neoklasik akan cenderung fokus pada defisit rata-rata selama periode tahun, bukan pada tahun-ke-tahun perubahan dalam defisit. Dengan demikian, total utang pemerintah yang beredar mungkin menjadi ukuran jauh lebih informatif atas dampak kebijakan fiskal terhadap akumulasi modal daripada defisit saat ini. Dengan melandaskan kebijakan fiskal countercyclical (semisal defisit temporer) atas defisit permanen yang lebih rendah, pemerintah bisa mencapai tingkat stabilisasi yang sama tanpa perlu mengumpulkan utang yang signifikan. Sebagai penganut paham Neoklasik, Bernheim lebih suka, ceteris paribus, untuk melihat upaya pemerintah dalam rangka menstabilkan perekonomian pada sebuah kesetimbangan dengan defisit permanen yang lebih rendah, dan rata-rata tabungan nasional yang lebih tinggi.

Sayangnya, dalam paradigma campuran yang dijelaskan di atas, seseorang tidak dapat mengubah defisit permanen dengan impunitas. Pertimbangan siklus kehidupan menyiratkan bahwa pengurangan defisit akan menyebabkan permintaan agregat jatuh dengan jumlah yang lebih besar jika konsumen percaya bahwa pengurangan bersifat permanen, daripada jika mereka percaya itu adalah temporer. Dengan demikian, perubahan defisit permanen memiliki efek temporer yang signifikan. Setiap usaha untuk menggerakkan perekonomian menuju kesetimbangan dengan tabungan yang lebih tinggi dapat menyebabkan resesi. Apakah langkah tersebut merupakan langkah yang berharga, tergantung pada kecepatan yang ekonomi menyesuaikan terhadap keadaan stasioner baru, dan tingkat keparahan resesi yang dihasilkan. Sebuah kebijakan sebelum diumumkan secara bertahap menyesuaikan defisit ke bawah (seperti dengan target pengurangan defisit Gramm-Rudman) memungkinkan pelaku ekonomi untuk memasukkan perubahan ke dalam harapan, sehingga meminimalkan biaya transisi.

Pada beberapa poin diskusi sebelumnya hingga kesalahan penting dalam perdebatan defisit, yang telah disebarkan terutama oleh Keynesian. Kesalahan tersebut adalah bahwa “0” –anggaran berimbang- memiliki beberapa makna khusus. Keynesian menulis seolah-olah defisit yang ekspansif, dan surplus yang kontraktif. Memang, Eisner mencurahkan sebagian besar makalahnya dengan tugas untuk meyakinkan pembaca bahwa dalam tahun-tahun tertentu, pemerintah sebenarnya telah menjalankan surplus, meskipun penampilan defisit. Namun, itu bukan merupakan isu. Seperti Kotlikoff (1986) berpendapat, definisi keseimbangan adalah secara inheren sewenang-wenang. Selain itu, untuk menilai apakah defisit yang diberikan adalah ekspansi atau kontraksi, seseorang harus menentukan komponen temporernya. Sebuah anggaran berimbang mungkin sangat kontraktif jika pemerintah telah menjalankan defisit sebesar 3 persen dari pendapatan nasional untuk waktu yang cukup lama, dan sangat ekspansif jika pemerintah telah mempertahankan surplus anggaran sebesar 3 persen dari pendapatan nasional untuk waktu yang cukup lama. Akhirnya, ada anggapan bahwa tidak ada yang permanen. Defisit harus dari tanda-tanda tertentu. Jika tabungan swasta tidak cukup untuk mencapai tingkat sosial yang diinginkan dari akumulasi modal, maka pemerintah harus menjalankan surplus permanen. Kebijakan fiskal ekspansif (defisit temporer) akan terdiri dari pengurangan surplus di bawah tingkat tetapnya, dan kebijakan kontraktif akan memerlukan surplus yang lebih besar dari normal.

 

 

 

Paradigma Ricardian

Inti dari pandangan Ricardian adalah bahwa defisit hanya menunda pajak. Seorang individu yang rasional harus dapat melihat melalui tabir antarwaktu dan menyadari bahwa nilai diskonto sekarang dari pajak tergantung hanya pada pengeluaran pemerintah yang nyata, tidak pada waktu pajak. Kejelian ini memunculkan “Hukum Say” untuk defisit: permintaan untuk obligasi selalu terbit untuk mencocokkan pinjaman pemerintah. Karena waktu pajak tidak mempengaruhi kendala anggaran seumur hidup individu, tidak dapat mengubah keputusan konsumsinya. Akibatnya, defisit anggaran (baik temporer dan permanen) tidak memiliki efek yang nyata. Perhatikan bahwa logika ini tidak dengan cara apapun tergantung pada sumber daya full employment.

Relevansi pandangan Ricardian tergantung pada panjangnya perencanaan konsumen di masa datang. Jika kebijakan fiskal menunda pemungutan pajak sampai setelah wajib pajak saat ini telah meninggal, maka mungkin mengubah keputusan ekonomi riil. Pandangan utama Barro (1974) adalah bahwa altruisme antargenerasi dapat bertindak untuk memperpanjang perencanaan masa depan individu, sehingga mengembalikan versi yang kuat dari ekuivalensi Ricardian. Dengan demikian, paradigma Ricardian modern membayangkan keluarga sebagai “dinasti” unit, dalam arti bahwa setiap keluarga yang dianggap sebagai agen tunggal dengan umur terbatas.

Ketidakrelevanan yang ketat dari kebijakan fiskal (“ekuivalensi Ricardian”) tergantung pada berbagai asumsi yang kuat. Ini termasuk: 1) generasi ke generasi dihubungkan dengan transfer yang bermotivasi untuk berkorban; 2) pasar modal yang baik sempurna, atau gagal dalam cara tertentu, 3) konsumen rasional dan berpandangan jauh ke depan, 4) penundaan pajak tidak mendistribusikan sumber daya di seluruh keluarga dengan kecenderungan marjinal sistematis berbeda untuk mengkonsumsi, 5) pajak non-distortif, 6) penggunaan defisit tidak dapat menciptakan nilai (bahkan tidak melalui gelembung), dan 7) ketersediaan pembiayaan defisit sebagai instrumen fiskal tidak mengubah proses politik. Hal tertentu dapat membuat kasus yang kuat terhadap hasil Ricardian dengan menimbang validitas masing-masing asumsi dalam isolasi (Bernheim sudah membahas asumsi kedua dan ketiga, lihat Bemheim (1987a, b) untuk pembahasan rinci yang lain). Namun dalam pandangan Bernheim, argumen yang paling kuat terhadap Ricardianism adalah bahwa asumsi ini, diambil bersama-sama, memiliki berbagai kesimpulan yang absurd, yang ekuivalensi Ricardian adalah yang paling berbahaya.

Implikasi kolektif asumsi Ricardian dieksplorasi oleh Bernheim dan Bagwell (1988). Mereka mencatat bahwa struktur keluarga dalam analisis Barro adalah sangat tidak realistis. Secara implisit, Barro mengambil setiap keluarga dinasti menjadi independen. Generasi ekonom masa depan tidak diragukan lagi akan mengambil manfaat dari kemajuan terbaru dalam pendidikan seks. Untuk spesies manusia, propagasi biasanya membutuhkan partisipasi dari dua individu yang tidak berhubungan. Dengan demikian, hubungan keluarga membentuk jaringan yang kompleks, di mana setiap individu milik kelompok dinasti banyak, dan di mana individu tidak terkait berbagi keturunan yang sama. Karena hubungan antara keluarga, itu adalah dalam mungkin umum untuk mewakili keluarga tertentu (atau set keluarga) sebagai agen tunggal pemaksimalan utilitas, bahkan ketika kesejahteraan setiap individu diasumsikan hanya tergantung pada konsumsi sendiri dan kesejahteraan anak-anaknya.

Bernhheim dan Bagwell menunjukkan bahwa hasil Barro (yang pada dasarnya menetapkan ketidakpekaan konsumsi terhadap distribusi hibah selama anggota keluarga) hanya tergantung pada keberadaan transfer yang bermotivasi untuk berkorban (kadang-kadang disebut “hubungan operasi”) antara anggota keluarga, dan bukan pada struktur tertentu dari pohon keluarga. Tapi kemudian perkembangan hubungan antara keluarga menimbulkan sifat netralitas yang jauh lebih kuat dalam kondisi lemah dari yang dikenakan oleh Barro. Secara khusus, semua transfer pemerintah (termasuk yang antara anggota yang tampaknya tidak berhubungan dari generasi yang sama) tidak relevan, karena mereka hanya mendistribusikan sumber daya antara individu-individu yang terkait, meskipun renggang. Selain itu, semua instrumen pajak (termasuk apa yang disebut “distorsi” pajak) yang setara dengan pajak lump-sum. Ini mengikuti dari kenyataan bahwa, dengan pengeluaran tetap pemerintah, pajak hanyalah transfer dikondisikan pada tindakan spesifik. Karena setiap pemindahan kontingen tidak relevan, seluruh paket harus relevan. Akhirnya, di bawah asumsi dinasti, harga akan memainkan peran dalam proses alokasi sumber daya (harga hanya aksi-kontingen transfer antara pihak jauh terkait).

Adalah penting untuk menekankan bahwa “superneutrality” menghasilkan untuk tidak memerlukan setiap individu untuk peduli secara langsung atau tidak langsung tentang semua kerabat jauhnya. Memang, kesimpulannya  bertahan bahkan ketika setiap individu hanya peduli tentang konsumsi sendiri dan anak-anaknya. Yang penting adalah bahwa kerabat jauh yang terhubung oleh beberapa rantai transfer pribadi berkorban termotivasi. Dalam kesetimbangan, aliran sumber daya melalui rantai ini meng-offset kebijakan pemerintah.

Hasil ini menyiratkan bahwa paradigma Ricardian tidak memberikan pendekatan yang dapat diterima dengan realitas. Secara khusus, mereka menimbulkan keraguan serius tentang manfaat dari kerangka dinasti sebagai alat analisis untuk mempelajari isu-isu kebijakan publik. Jika kita sepakat bahwa pajak, transfer, dan harga tidak bahkan dekat untuk menjadi tidak relevan, maka kita juga harus sepakat bahwa dalam arti tertentu, yang relevan dengan kebijakan tentang dunia bahkan tidak mendekati untuk menjadi dinasti. Oleh karena itu, kita harus menganggap kesimpulan yang diperoleh dalam kerangka ini, termasuk proposisi kesetaraan Ricardian, dengan skeptisisme yang cukup. Anda tidak dapat langsung menyatakan bahwa model ini digunakan sebagai pendekatan yang baik dalam satu konteks, tapi tidak di negara lain. Selanjutnya, dalam prakteknya sangat sulit untuk memodifikasi model dengan cara yang masuk akal yang melindungi ekuivalensi Ricardian (setidaknya sebagai sebuah pendekatan) sementara menghilangkan hasil netralitas tidak bisa dipertahankan, tanpa memperkenalkan kesulitan baru dan sama-sama mengganggu (untuk diskusi, lihat Bemheim dan Bagwell, 1988; Abel dan Bemheim, 1987).

Tujuan Bernheim dalam makalah ini bukan hanya untuk meremehkan paradigma Ricardian, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa pendekatan neoklasik lebih tepat untuk analisis kebijakan. Hal itu penting untuk membahas secara panjang lebar beberapa ciri utama yang membedakan Ricardianism dari Neoclassicism. Fitur ini menyangkut perencanaan jangka panjang  konsumen yang efektif (yaitu, apakah wajib pajak bertindak seolah-olah mereka yang hidup terbatas, atau umur tak terbatas?).

Paradigma Ricardian mencakup dua asumsi mengenai transfer antargenerasi: bahwa sebagian besar individu baik secara sukarela membuat atau menerima transfer disengaja (sebagai lawan transfer disengaja, yang merupakan hasil dari ketidakpastian tentang tanggal kematian), dan bahwa transfer ini termotivasi oleh altruisme. Dan kemudian konsumen bertindak seolah-olah mereka memiliki cakrawala yang tak terbatas. Saya menganggap dua asumsi ini bergantian.

Sejumlah penulis telah mencatat bahwa pada kondisi ketat diperlukan untuk menjamin bahwa generasi-generasi selanjutnya akan dihubungkan melalui transfer sukarela. Jika ekonomi tumbuh perlahan-lahan, maka orangtua mungkin mewariskan kekayaan kepada anak-anak mereka, dan jika tumbuh dengan cepat, anak-anak dapat membuat hadiah kepada orang tua mereka. Namun, pada umumnya berbagai tingkat pertumbuhan yang mentransfer aliran ke arah baik (misalnya, Abel, 1985, dan referensi yang dikutip di dalamnya). Selain itu, rasio kekayaan orangtua untuk kekayaan anak berbeda secara luas di seluruh populasi, sehingga yang biasanya diharapkan beberapa fraksi keluarga jatuh ke kisaran antara “tidak transfer”. Dalam kasus tersebut, redistribusi sumber daya di seluruh anggota keluarga (melalui defisit) tidak akan diimbangi dengan transfer pribadi. Akhirnya, jika individu tidak yakin tentang pendapatan masa depan (maka pasti tentang apakah mereka akan membuat atau menerima transfer), maka redistribusi antar generasi akan secara umum memiliki efek yang nyata.

Penganut Ricardian umumnya mengabaikan argumen ini dengan alasan bahwa teori tersebut tidak menetapkan kuantitatif penting dimana konsumen mungkin atau mungkin tidak melakukan transfer, dan itu adalah masalah empiris. Oleh karena itu, penting untuk menekankan bahwa ada dua alasan teoritis untuk percaya bahwa jumlah yang sangat besar individu akan berada dalam kesetimbangan, biasanya menemukan diri mereka untuk menyimpulkan solusi (alokasi di mana kendala non negatif pada transfer mengikat), tidak membuat transfer, atau menerima hadiah.

Alasan pertama berikut ini berasal dari analisis Bemheim dan Bagwell. Karena hubungan altruistik orang tua-anak dimana-mana akan menanamkan hampir semua individu dalam jaringan interkoneksi tunggal, konsumsi setiap individu akan tergantung hanya pada kekayaan agregat (mengingat sifat hasil utama: dengan hubungan altruistik, konsumsi tidak tergantung pada distribusi sumber daya). Setiap kenaikan kekayaan agregat, maka cukup dibagi di antara seluruh penduduk. Ketika seorang individu meninggalkan konsumsi untuk membuat hibah kepada anaknya, ia pada dasarnya meningkatkan kekayaan agregat dari semua individu lain selain dirinya sendiri. Dengan alasan sebelumnya, warisan itu akan berada dalam kesetimbangan yang akan dibagi rata antara semua orang, jika perekonomian besar, akan ada efek yang dapat diabaikan pada konsumsi anaknya. Kecuali, donor calon sangat peduli tentang banyak individu selain anaknya, ia akan lebih memilih untuk tidak membuat warisan sama sekali. Dalam kesetimbangan, sejumlah besar donor altruistik harus didorong untuk para pendatang.

Alasan kedua adalah bahwa perilaku pemerintah yang rasional umumnya akan memerlukan pengendali sejumlah besar individu untuk menyimpulkan solusi (Bemheim, 1989). Alasannya sederhana: ketika transfer yang positif, setiap donor bersifat acuh tak acuh pada marjin antara konsumsi sendiri dan dari penerima yang sesuai. Anggaplah bahwa pemerintah memaksimalkan fungsi kesejahteraan sosial yang melekat berat untuk kesejahteraan donor maupun penerima (beberapa generasi hidup dan bahkan suara pada setiap titik waktu). Kemudian ketika donor acuh tak acuh, pemerintah harus lebih memilih transfer tambahan (pemerintah “menghitung dobel” preferensi penerima-sekali secara langsung, dan sekali melalui utilitas dari donor). Fungsi kesejahteraan sosial dimaksimalkan hanya ketika kendala non negatif pada transfer mengikat. Dalam dunia yang pertama-terbaik, pemerintah akan mendorong semua individu untuk menyimpulkan solusi. Bahkan ketika instrumen fiskal yang distortif, pemerintah selalu memiliki pilihan untuk pengadaan pajak kepala non-diskriminatif. Argumen sebelumnya menunjukkan bahwa pemerintah akan menggunakan pajak perorangan untuk mengusir beberapa fraksi besar penduduk untuk menyimpulkan solusi.

Secara keseluruhan, argumen teoritis tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa banyak individu melakukan transfer berkorban termotivasi. Namun, mereka menunjukkan bahwa paradigma Ricardian, yang mengasumsikan bahwa hampir semua individu merupakan pihak seperti transfer, sangat tidak masuk akal. Bukti empiris yang ada konsisten dengan keputusan ini.

Studi yang dilakukan oleh Kotlikoff dan Summers (1981) dan Darby (1979) sering dikutip untuk mendokumentasikan pentingnya empiris transfer antargenerasi. Namun, studi ini tidak membuktikan bahwa transfer yang disengaja, bukan ketidaksengajaan (warisan tidak sengaja merupakan hasil dari ketidakpastian tentang panjang kehidupan, disertai dengan pasar anuitas yang tidak lengkap). Selain itu, mereka memberitahu kita apa-apa tentang distribusi transfer seluruh penduduk. Mereka, misalnya, benar-benar konsisten dengan pandangan yang sangat non-Ricardian bahwa hadiah dan warisan terkonsentrasi di antara yang sangat kaya. Sementara beberapa bukti perilaku lain menunjukkan bahwa motif warisan juga hadir di segmen lain dari populasi, tak seorang pun belum berhasil memperkirakan sebagian kecil dari populasi yang transfer sukarela penting. Selain itu, beberapa aspek perilaku, seperti fakta bahwa pasangan tua dengan anak-anak menghabiskan tabungan secepat pasangan tua tanpa anak-anak, menimbulkan teka-teki yang serius bagi mereka yang akan mengklaim bahwa warisan berkorban termotivasi sangat umum (Hurd, 1987a). Akhirnya, beberapa penulis (misalnya Diamond dan Hausman, 1984) telah menemukan bahwa sekitar 20 persen dari populasi tiba di pensiun dengan tidak memiliki harta yang dapat diwariskan secara esensial. Bukti lain menunjukkan bahwa penerimaan hadiah dari anak-anak relatif jarang (Hurd, 1987b).

Saya merujuk ke asumsi lain bahwa transfer antargenerasi termotivasi oleh altruisme. Saya telah menyebutkan kemungkinan bahwa warisan banyak disengaja. Berbagai penulis telah menyarankan motivasi alternatif, termasuk pertukaran intrafamili dan selera untuk kemurahan hati. Setiap pihak berpotensi membatalkan inti dari hasil Ricardian. Sayangnya, sangat sulit untuk membedakan antara formulasi yang berbeda dari preferensi atas dasar penalaran teoritis saja.

Namun demikian, Bemheim, Schleifer, dan Summers (1985) membuat kasus priori untuk kehadiran motif pertukaran. Mereka berpendapat bahwa spesifikasi dinasti dari Barro, yang menggambarkan keluarga sebagai unit sempurna harmonis, sangat terbatas. Lebih umum, bahkan di hadapan altruisme, preferensi anggota keluarga yang berbeda akan menimbulkan konflik, dan distribusi sumber daya keluarga akan mempengaruhi resolusi konflik. Meskipun adanya transfer operasi, perilaku itu akan sesuai lebih dekat dengan prediksi dari model siklus hidup, dibandingkan dengan yang model dinasti.

Bahkan di hadapan konflik, adalah mungkin bahwa altruisme menentukan perilaku pada margin, sehingga kesimpulan Ricardian tetap utuh. Bemheim, Shleifer dan Summers mengatasi masalah ini dengan menyediakan bukti yang mengaitkan perilaku anak terhadap aset yang diwariskan oleh orang tua. Penjelasan altematif untuk hubungan ini, termasuk kemungkinan jelas efek pendapatan, diuji dan ditolak. Hasil ini sangat mendukung pandangan bahwa, sebagai suatu hal yang empiris, pertukaran sebenarnya memotivasi banyak perilaku pada marjin. Temuan ini telah dikuatkan oleh beberapa studi lain.

Dengan demikian, kerangka teori dan bukti dari transfer antargenerasi menimbulkan keraguan sangat serius pada validitas dari asumsi Ricardian. Hal ini sangat mungkin bahwa sebagian besar penduduk tidak membuat atau menerima transfer, dan bahwa transfer sudah ada banyak didorong oleh pertimbangan selain altruisme. Saya menyimpulkan bahwa asumsi Neoklasik dari terbatas pada umur sepenuhnya tepat.

 

Bukti Empiris Langsung

Ketika pemilihan paradigma yang sesuai dapat menyediakan beberapa kunci mengenai kemungkinan efek dari deficit anggaran, masalah tersebut kemudian menjadi salah satu yang empiris. Saat ini, banyak lembaga yang melakukan penelitian hubungan antara deficit anggaran dengan sejumlah variabel ekonomi. Sebelum meninjau terkait bukti empiris tersebut, berikut beberapa komentar terkait.

Dengan beberapa pengecualian, studi yang ada tidak berusaha untuk membedakan antara pengaruh dari deficit yang bersifat temporer atau permanen. Karena berbagai literatur pada umumnya mempelajari pengaruh antara pergerakan deficit dalam tahunan atau bulanan serta variable ekonomi lainnya, sangat mungkin bahwa sejauh hal tersebut informative, dalam perkiraan yang mencerminkan dampak dari defisit temporer. Jika kita menemukan bahwa defisit temporer memiliki dampak signifikan dalam aktivitas ekonomi, hal ini akan memunculkan pendapat untuk menolak sudut pandang Ricardian. Di lain pihak, tidak adanya dampak signifikan agan menimbulkan pendapat melawan sudut pandang Keynesian. Atas dasar ini, Ricardians sering mengadopsi praktik menyesatkan menyiapkan paradigma Keynesian sebagai kaki tangan, dan telah ditafsirkan sebagai bukti terhadap Keynesianisme mendukung Ricardianism. Namun saya tahu tidak ada bukti makroekonomi yang sudah ada yang cukup bisa ditafsirkan bahwa Ricardianism mendukung Neo klasik. Karena kerangka neoklasik (dimodifikasi untuk memungkinkan adanya beberapa likuiditas dibatasi atau konsumen rabun) tidapk memiliki prediksi yang kuat mengenai dampak dari defisit temporer, bukti makroekonomi yang ada praktis menunjukkan tidak ada titik terang sekali pada validitasnya.

Hal ini juga penting untuk diingat bahwa prediksi dari setiap paradigma tertentu mungkin berbeda secara substansial dengan adanya perubahan asumsi tambahan. Sebagai contoh, model Keynesian akan memprediksi bahwa defisit akan berpengaruh sedikit atau tidak ada terhada suku bunga jika salah elastisitas permintaan uang itu cukup tinggi, atau di bawah pertimbangan ekonomi terbuka dan relatif kecil ke seluruh dunia. Dengan demikian, kegagalan untuk menemukan hubungan jangka pendek yang signifikan antara defisit dan tingkat bunga tidak secara langsung menetapkan bahwa pendekatan Keynesian secara fundamental salah.

Perkiraan makroekonomi dari hubungan antara defisit dan variabel ekonomi lainnya juga mengalami sejumlah masalah ekonometrik yang besar. Pengukuran deficit merupakan permasalahan, (lihat paper Eisner, atau Boskin, 1986), dan hasilnya sangat sensitif terhadap penyesuaian yang telah dibuat. Endogenitas dari variabel ekonomi selalu menimbulkan kesulitan dalam mengukur defisit, pengeluaran pemerintah, konsumsi, pendapatan, dan suku bunga semua ditentukan sebagai bagian dari keseimbangan yang sama. Model empiris variabel agregat umumnya tidak memuaskan (lihat diskusi Hayashi tentang hubungan konsumsi agregat), dan spesifikasi yang tidak tepat dari hubunganantar variable tersebut dapat menghasilkan hasil yang palsu. Banyak model makroekonomi empiris sangat pelit, sulit untuk percaya bahwa pergerakan suku bunga, konsumsi, atau GNP dapat secara memadai ditangkap oleh beberapa variabel ekonomi. Akhirnya, identifikasi ekonometrik biasanya lemah.

Ciri yang terakhir adalah adanya beberapa elaborasi. Aktivitas ekonomi sangat bergantung  pada harapan, namun hal tersebut secara umum sulit untuk diamati. Kebijakan pemerintah mungkin memiliki pengaruh yang berbeda, tergantung apakah harapan tersebut telah diantisipasi sebelumnya atau tidak. Selain itu harapan pada umumnya memiliki hubungan dengan aktivitas saat ini dan kebijakan pemerintah, sehingga variabel penjelas biasanya berisi informasi palsu. Misalnya, defisit saat ini mungkin cenderung mendahului pemotongan  terhadap pemerintah di masa yang akan datang.

Mengingat pertimbangan-pertimbangan ini, masing-masing harus enggan untuk mempersalahkan setiap paradigma semata-mata atas dasar bukti makro ekonometrik. Namun demikian, pola makroekonomi yang kuat, diambil dalam hubungannya dengan teori dan bukti mikro ekonomi, dapat menyediakan tambahan terhadap keseluruhan pertanyaan. Bukti-bukti tentang hubungan antara deficit dan variable ekonomi yang lain bercampur. Untuk menghemat ruang, pembahasan akan difokuskan kepada tiga variable yang paling banyak dipelajari yaitu: konsumsi, suku bunga dan pendapatan nasional.

 

Konsumsi

Lebih dari selusin penulis telah melakuan analisis terhadap hubungan antara deficit anggaran dengan konsumsi agregat (reviu terhadap literature ini, Lihat Barnheim, 1987a,b). Secara sepintas literatur tersebut menunjukkan bahwa para penulis memperoleh kesimpulan yang berbeda melalui metode analisis yang sama terhadap data time series Amerika Serikat. Pada kenyataannya, perbedaan-perbedaan ini hanyalah suatu ilusi yang besar.

Perbedaan nyata dalam hasil dalam kebanyakan kasus dapat ditelusuri ke formulasi yang berbeda dari hipotesis null. Sejumlah penulis melakukan regresi konsumsi dalam anggaran deficit dan penerimaan bersih perpajakan, bersama dengan berbagai variable. Hipotesis null alami untuk spesifikasi adalah versi naïf kebanyakan dari paradigm Keynesian pendapatan bersih setelah pajak, bahwa deficit tidak memiliki dampak terhadap konsumsi. Hipotesis null tersebut secara umum ditolak. Sejumlah penulis lainnya melakukan regeresi konsumsi dalam anggaran deficit dan penghasilan bruto, bersama dengan berbagai variable lagi. Hipotesis null untuk spesifikasi ini adalah paradigm Ricardian penghasilan bruto, waktu pembayaran pajak tidak mempengaruhi konsumsi. Hipotesis tersebut secara umum juga ditolak. Ketika hasil dari hipotesis tersebut diambil untuk dipertentangkan, hipotesis tersebut juga mudah untuk direkonsiliasikan, dalam kedua hipotesis tersebut merepresentasikan suatu kasus yang bersifat ekstrem, dan dalam faktanya dibutuhkan suatu hipotesis intermediet. Memang kebanyakan dari studi tersebut secara konsistem mengestimasikan kecenderungan marjinal untuk konsumsi atas akibat kenaikan defisit pajak antara 0,2 dan 0,5. Ketika hubungan tersebut mungkin adalah palsu, minimal terdapat bukti terhadap paradigm Ricardian.

Dua studi khusus memberikan pendapat lebih lanjut. Bernheim (1987a, b) menggunakan data lintas negara untuk menghubungkan rata-rata konsumsi terhadap rata-rata defisit lebih dari enam tahun dan dua belas tahun periode. Reid (1985) juga menggunakan rata-rata tahun dalam beberapa studi tentang pengalaman AS. Penelitian ini penting, karena mereka merepresentasikan upaya untuk mengukur dampak permanen, sebagai lawan defisit temporer. Bemheim dan Reid menemukan bahwa defisit permanen secara signifikan meningkatkan konsumsi sebagai bagian kecil dari pendapatan nasional. Hasil ini konsisten dengan paradigma neoklasik.

 

Suku Bunga

The Congressional Budget Office (1987) baru-baru ini merangkum metode dan hasil dari beberapa  lusin studi yang menganalisis hubungan antara defisit anggaran dan tingkat suku bunga. Bukti sangat bercampur, dan mudah untuk mengutip sejumlah besar penelitian yang mendukung kondisi apapun yang dibayangkan.

Sebagian besar penelitian yang ada memperkirakan hubungan bentuk terbatas berkurang antara suku bunga dan defisit anggaran. Lainnya memaksakan model yang sangat membatasi penentuan tingkat bunga (Plosser, 1986). Antara kedua penelitian hampir sama menemukan bahwa tidak ada hubungan antara defisit dan tingkat suku bunga, atau yang pjerverse. Oleh karena itu penting untuk diingat bahwa penelitian ini menguji paradigma altematif bersama-sama dengan beberapa hipotesis yang sangat kuat, dan bahwa hasilnya mungkin mengatakan sangat sedikit tentang efek defisit. Sebagai contoh, sementara Plosser menemukan bahwa defisit menekan suku bunga, ia juga menemukan bahwa angka ini pada dasarnya independen dari pengeluaran sktor dan kebijakan moneter. Hasil tersebut menurut Barnheim kurang masuk akal karena hubungan terhadap suku bunga sulit untuk ditentukan.

Hal ini juga penting untuk menekankan bahwa ketika memperkirakan fungsi konsumsi, seseorang memiliki benchmark Ricardian dan Keynesian. Tapi dalam kasus persamaan suku bunga, kita hanya punya patokan Ricardian sebagai benchmark, defisit tidak mengubah suku bunga. Karena model empiris ini dimaksudkan untuk merepresentasikan suatu bentuk tereduksi daripada hubungan perilaku, dimana Keynesian tidak bisa menjelaskan hal tersebut karena tidak adanya informasi yang luas tentang berbagai elastisitas. Dengan demikian, studi yang tidak menolak implikasi Ricardian mungkin juga gagal untuk menolak hipotesis suku bunga lainnya.

 

Pendapatan Nasional

Hubungan antara defisit dan pendapatan nasional telah dipelajari paling luas oleh Eisner, dan Barnheim merujuk pembaca untuk menggunakan makalahnya sebagai bahan kutipan yang relevan. Dalam pandangan Eisner, data sebagai hal yang sangat mendukung dalam sudut pandang Keynesian bahwa defisit secara signifikan menstimulasi aktivitas ekonomi agregat. Meskipun retorika, Barnheim menemukan bukti yang membuat sudut pandang tersebut menjadi luar biasa lemah. Beberapa ekonom harus dibujuk oleh regresi univariat pertumbuhan pendapatan nasional berkelanjuatan pada defisit full employment. Selama resesi, pendapatan nasional rendah, dan kemudian cenderung untuk tumbuh. Selama booming, pendapatan nasional yang tinggi, dan kemudian cenderung turun. Dengan demikian, setiap variabel yang berkorelasi negatif dengan pendapatan nasional juga akan menunjukkan pola seperti yang digambarkan dalam tabel Eisner.

Defisit terhadap pekerjaan mungkin bergerak countercyclically untuk berbagai alasan: pembuat kebijakan mungkin menanggapi tekanan politik untuk melakukan pemotongan pajak ketika pendapatan rendah, mereka mungkin sangat prihatin terjadi distorsi pajak selama resesi, atau bahkan mungkin mereka telah dibujuk (benar atau salah) oleh pendapat Keynesian. Dengan demikian, hasil Eisner juga mungkin palsu. Tidak diragukan lagi, mereka yang bersimpati dengan bukti itu juga akan setuju bahwa pembuat kebijakan harus berusaha untuk mengurangi pendapatan nasional, karena pendapatan nasional berkorelasi negatif dengan pertumbuhan pendapatan nasional di masa yang akan datang.

Dalam penelitian yang lain, Eisner telah memperkirakan jenis yang sama antar hubungan tersebut dengan menggunakan sejumlah besar variabel penjelas. Sementara ia tidak mengakui untuk memperkirakan hubungan struktural, ia juga menghindari pendekatan vektor autoregresi. Dengan demikian, spesifikasi nya adalah tidak sama dengan persamaan struktural, ataupun dengan bentuk yang berkurang tidak terbatas. Praktek implisitnya dengan tidak memasukkan variabel dari persamaan bentuk yang berkurang yang dicurigai, karena masing-masing koefisien bentuk yang berkurang biasanya menggambarkan campuran koefisien dari semua persamaan struktural. Hasilnya sangat sulit untuk menafsirkan hal tersebut, dan Barnheim sama sekali tidak yakin bahwa Eisner berhasil mengendalikan untuk jenis hubungan palsu yang membuat hasil univariat nya tidak informatif.

 

Kesimpulan

Bukti yang ada terkait dengan efek fiskal sulit untuk ditafsirkan. Pengukuran empiris dari efek defisit anggaran temporer tidak sangat bisa diandalkan, dan tidak ada kesimpulan yang kuat yang dapat dibenarkan. Sebaliknya, bukti-bukti tentang efek defisit permanen hampir tidak ada. Defisit Reagan tahun 1980-an memberikan tes yang lebih langsung dari tiga paradigma. Namun diskusi terhadap pendapat lain dalam simposium ini menunjukkan bahwa pengalaman baru-baru ini konsisten dengan banyak penafsiran.

Untungnya, suatu pandangan sama sekali bukan merupakan sesuatu yang agnostik. Paradigma Ricardian harus diberhentikan dengan alasan teoritis, serta berdasarkan bukti perilaku tidak langsung. Sebagian besar bukti makroekonomi yang ada, meskipun lemah juga mendukung pandangan bahwa defisit memiliki efek nyata

Barnheim telah menyatakan bahwa, untuk tujuan analisis, defisit harus didekomposisi menjadi komponen permanen dan temporer. Paradigma neoklasik memberikan teori yang baik dari komponen permanen, sedangkan kerangka kerja Keynesian menjelaskan efek dari komponen temporer. Untuk berbagai alasan, Barnheim merasa skeptis tentang manfaat menggunakan defisit temporer sebagai alat untuk stabilisasi makroekonomi. Oleh karena itu, Barnhaim menyimpulkan bahwa paradigma neoklasik menawarkan wawasan yang paling relevan untuk kebijakan publik. Pemerintahan baru akan melakukannya dengan baik untuk fokus pada tujuan merangsang peningkatan tabungan dan akumulasi modal, dan merumuskan kebijakan untuk secara bertahap mengurangi defisit permanen.

Read Full Post »