Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Tips LPDP’ Category

Belajar Bahasa Inggris sejak lama adalah passion saya. Dengan mempelajarinya, selain merasa keren (??), saya yakin bahwa ilmu bahasa juga akan memudahkan hidup saya. Karena itulah janji Tuhan: para pencari ilmu akan ditinggikan derajatnya. Ketika selepas lulus D-III STAN ditugaskan di Sekretariat Kemenkeu-OECD (sebuah lembaga internasional), saya menyadari skill Bahasa Inggris saya amat lemah. Karenanya, kemudian mendaftarlah saya di kursus TOEFL PBT LBI-UI (Universitas Indonesia). Ini juga sebagai persiapan melanjutkan pendidikan D-IV saya. Pertama kali mengikuti tes prediksi TOEFL, skor saya masih di bilangan 490. Setelah kursus, di exit test skor TOEFL saya bisa naik di level 550. Skill ini amat membantu saya saat Ujian Saringan Masuk D-IV, hingga akhirnya saya lulus dan bisa berkuliah kembali.

 

Setelah merampungkan D-IV di akhir 2013, saya yang kala itu masih belum ‘mengenal’ IELTS kembali mengisi waktu after-hours dengan kursus TOEFL. Agak salah jalan sebenarnya, karena sejak belajar TOEFL saya terlanjur berobsesi mencapai target TOEFL maksimal, 677. Terlalu ambisius ya? Itulah mengapa saya “salah jalan” hehe.. Kembali, kursus menjadi cara yang ampuh untuk menaikkan skor prediksi TOEFL saya (karena belum pernah merasakan official TOEFL test). Selain rutin berlangganan Jakarta Post sepekan sekali, menonton film Amerika dan mendalami buku TOEFL Bruce Rogers adalah cara saya memperdalam TOEFL. Di exit test, alhamdulillah saya bisa mencapai level 620.

 

Selepas belajar TOEFL, saya mulai mencari info perbeasiswaan, termasuk LPDP. Saya kaget tatkala mengetahui umumnya kampus asing mempersyaratkan IELTS/TOEFL IBT, bukan TOEFL PBT/ITP. Pikiran saya langsung terbayang kepada 1 hal: kursus lagi. Walau membutuhkan banyak pengorbanan (termasuk waktu bersama keluarga LDR saya), worthed rasanya. Ketika mempelajarinya, ternyata IELTS amat berbeda dengan TOEFL. Untung saya tidak telat banget. Masih ada setengah tahunan sebelum saya diizinkan kantor untuk mengikuti seleksi beasiswa, LPDP Batch I 2016. Tiga bulanan belajar, saya kecewa saat tau nilai IELTS exit test masih stuck di 5.0. Rencana tes pun saya tunda. Memperbanyak latihan buku IELTS Cambridge untuk Reading dan Listening serta bergabung dengan grup Line IELTS kemudian saya lakukan (info lengkap, silakan join Facebook Group “Indonesia IELTS Study Group”:).  Credit goes to Sir Yosserin, sang “Daddy-nya” grup yang memberikan banyak masukan kepada kami tentang IELTS. Karenanya, tidak rugi-rugi banget rasanya  menunda beberapa bulan. Namun demikian, penundaan tes IELTS ini pun mau tidak mau berakibat saya harus membuat plan B, dari mendaftar LPDP dengan hasil IELTS menjadi ‘hanya’ dengan TOEFL. Untungnya, saya telah belajar TOEFL PBT dan alhamdulillahnya setelah official test, saya mendapat skor 573, lebih dari syarat minimal LPDP, 550. Skor itulah yang kemudian saya submit untuk registrasi online LPDP di 14 Januari, sambil tetap mempersiapkan tes IELTS.

 

Tibalah saatnya hari yang menegangkan itu, tes IELTS pada 23 Januari. Saya memilih IDP Bandung sebagai testvenue. Sabtu itu, saya menyesal tidak bisa perform my best di sesi Speaking, salah satu section yg saya anggap sebagai kekuatan saya. Karenanya, sayapun ragu mendapat 6.0 di section ini. Untuk section lain, saya menargetkan asal dapat average 6.5 sajalah.. Menjelang pelaksanaan seleksi substansi LPDP, skor IELTS saya keluar pada 5 Februari. Alhamdulillah, hasilnya melebihi perkiraan. Skor total saya 7.0 dengan subscore Reading 8.0, Listening 7.0, Writing 6.5 serta 6.0 pada Speaking yang alhamdulillah bisa melewati ‘nilai mati’ 5.5. Hasil yang tidak linear dengan prediksi saya. Skor ini benar-benar menjadi confidence booster dalam mempersiapkan interview LPDP. Pada hari H tanggal 12 Februari, alhamdulillah Tuhan memudahkan. Essay, LGD, dan yang paling penting interview dapat dilalui dengan memuaskan. Saya ingat, para pewawancara menunjukkan raut wajah berbeda sesudah IELTS report saya perlihatkan. Pada 10 Maret, alhamdulillah akhirnya saya dinyatakan lulus Tes Substansi LPDP.. Ini, bagi saya, adalah skenario Tuhan yang tidak linear, karena saya sempat menganggap TOEFL PBT sudah out-of-date. Nyatanya, kedua tes bahasa itu saling melengkapi: TOEFL ‘menambal’ seleksi administrasi LPDP sementara IELTS mempermudah tes substansinya.

 

Lesson-learnt yang saya dapat, adalah memperdalam ilmu -dalam hal ini Bahasa Inggris- tidak akan mengingkari janji Tuhan. Dengan belajar, Tuhan alhamdulillah meninggikan ‘derajat’ akademik saya. Yang sebelumnya D-III ke D-IV. Yang sekarang D-IV ke S-II, insyaAllah.. Hikmah lainnya, seringkali Tuhan menetapkan rezeki manusia dengan cara-Nya sendiri, yang tidak linear dengan prediksi kita. Karenanya, cukuplah jalankan kewajiban kita: berusaha. Dan tak lupa, berdoa. Semoga Tuhan mudahkan usaha kita semua dalam menuntut ilmu, amiin 🙂

 

-ditulis sebagai spesial tribute untuk keluarga kecilku-
kalo anda mengira artikel ini membahas tentang Toefl IBT, maaf, bukan 😦

Read Full Post »

Dua tahun akhirnya berlalu, menandai berakhirnya masa tugas belajar saya di perkuliahan D-IV Akuntansi STAN. Per awal tahun ini, akhirnya saya kembali bertugas di kantor saya, Setjen Kementererian Keuangan. Saat ini, saya ditempatkan di tata usaha biro kantor saya, Biro Perencanaan dan Keuangan. Sebagaimana layaknya lingkungan kerja pertatausahaan di unit lain di Kementerian Keuangan, beban kerja di unit saya tidaklah berat, kalau tidak mau dibilang jarang ada pekerjaan, hehe..

Guna mengisi waktu (yang memang benar-benar kosong kalau saya tidak berinisiatif mengisinya sendiri), saya mencoba untuk mengikuti tes prediksi TOEFL yang diselenggarakan oleh salah satu universitas negeri di dekat kantor saya. Cukup lama saya tidak mengikuti tes kemampuan berbahasa Inggris. Seingat saya, terakhir kali saya mengikuti tes serupa adalah di tahun pertama perkuliahan D-IV STAN, sekitar medio 2013. Kala itu, saya hanya memperoleh nilai di kisaran, kalau tidak salah, sekitar 510-an. Cukup banyak penurunan saya rasa, mengingat di akhir 2012 saya bisa menembus level 550. Karenanya, saya cukup deg-degan plus penasaran, apakah saya dapat melewati tes ini dengan baik, ataukah sebaliknya.

Guna menghadapi tes tersebut, saya sengaja tidak melakukan persiapan sama sekali. Yang mungkin bisa disebut persiapan hanyalah ketika saya meminjam beberapa buku biografi tokoh dalam bahasa Inggris, dan ketika berselancar di sejumlah situs yang berbahasa Inggris. Hal ini saya sebut disengaja, tidak lain karena saya ingin mengukur seberapa kapasitas menganggur (idle capacity) otak saya, manakala saya belum melakukan persiapan khusus untuk tes TOEFL. Ke depannya, saya harap idle capacity ini menjadi patokan minimal untuk menghitung kenaikan gradual menuju target skor TOEFL idaman saya, yakni level 650.

Pekan ini menjadi pekan yang menggembirakan bagi saya. Bagaimana tidak? Sambil iseng menemani teman saya (yang ingin mampir mengurus hal lain) ke kampus tempat saya melaksanakan tes prediksi TOEFL saya, saya coba menanyakan apakah hasil tes saya sudah keluar. Saya terkejut, ternyata hasilnya sudah ada. Padahal, terhitung baru 3 hari kerja sejak saya mengikuti tes tersebut. Di lembar tata tertib tes sendiri tertulis, hasil tes selesai dalam 5 hari kerja. Ketika saya lihat lembar hasilnya, terpampang angka 580, sebuah angka yang jauh melampaui ekspektasi saya.

Dari item-item yang ditampilkan dalam lembar hasil tes prediksi TOEFL tersebut, saya mengetahui ternyata kegiatan membaca material dalam bahasa Inggris yang selama ini saya lakukan sangat signifikan dalam mendongkrak perolehan nilai prediksi TOEFL-nya. Di luar itu, saya mendapat hasil medioker untuk sesi listening, sesi yang memang dari dulu menjadi kelemahan saya. Alhamdulillah, sebuah awal yang cukup sempurna bagi saya. Sepertinya target pribadi saya untuk mencapai angka 650 di akhir tahun depan cukup realizable untuk diraih. Sekarang, saatnya saya membuat kurikulum pribadi agar dalam 2 tahun ini target tersebut bisa diraih. Semoga Alloh memudahkan, amiin..

 

Lantai 8 Juanda 1,

Menjelang mengejar absen demi secepat mungkin tiba di kota cinta, Bandung

Read Full Post »

Tulisan lama lagi, kalo kata wordpress: Last edited on April 14, 2013 at 8:27

————————————————————-

Saya punya mimpi untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Alhamdulillah, lingkungan saya mendukung mimpi saya itu. Orang-orang yang berada di sekeliling saya banyak membuat semangat saya semakin tinggi ketika berbicara hal ini. Karenanya, saya selalu merasa waktu saya amat sedikit untuk persiapan meraih beasiswa.
Salah satu poin krusial dalam berjuang meraih beasiswa tentu saja penguasaan bahasa. Karena negeri target beasiswa S2 saya merupakan English-speaking country, penguasaan bahasa Inggris mutlak diperlukan. Sebenarnya saya masih agak bingung apakah akan memilih Amerika Serikat atau Inggris sebagai tempat menimba ilmu saya. Tapi, penguasaan TOEFL yang tinggi saya rasa bisa cukup untuk mempersiapkan diri bila hendak memilih satu di antara 2 negara itu (walaupun umumnya TOEFL lebih khusus dipersyaratkan AS, sementara Inggris lebih kepada IELTS)
Tahun 2011, saya mulai mempersiapkan diri mendalami TOEFL dengan ikut sebuah kursus. Alhamdulillah, hasilnya sesuai target pribadi saya tahun itu. Sebelum kursus, skor prediksi TOEFL saya tidak sampai 500. Setelahnya, saya bisa mencapai target minimal saya, 550(kalau tidak salah 550 lebih sedikit).
Ketika mentargetkan skor TOEFL, saya ingin mencapai hasil maksimal agar bisa diterima di kampus yang lebih baik. Salah satu kakak kelas saya (Ito Warsito, Dirut BEI) yang berhasil lulus di Harvard bisa mencapai skor TOEFL 650. Kakak kelas yang lain (Hekinus Manao, mantan Irjen Kemenkeu) gosip-gosipnya punya skor 660 (skor maksimal 667 kalau tidak salah). Mengingat waktu persiapan seleksi S2 saya yang masih sekitar 3 tahunan lagi, ingin sekali rasanya bisa seperti mereka.
Di tahun 2013 ini, saya ingin kembali fokus kepada target TOEFL saya. Inginnya sih, tiap tahun skor TOEFL saya naik 50 poin. Kalau tahun 2011 skor saya 550, harusnya sih tahun 2013 ini skornya sudah 650. Tapi, mengingat tahun 2012 saya disibukkan dengan kuliah D4 saya, tahun itu saya tidak sempat belajar TOEFL lagi. Jadi, tahun 2013 ini tidak usah muluk-muluk 650 lah, target saya 600 dulu saja (ini juga bukan target yang ringan). Oke. Semangat!!!

Read Full Post »

Belajar bahasa, adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan bagi saya. Saya senang manakala mendapat kesempatan untuk mempelajari atau mempraktekkan sebuah bahasa, bahasa apa saja.
Ketika belajar bahasa, saya pribadi terinspirasi dari banyak tokoh, terutama tokoh dunia Islam yang berhasil belajar di tengah keterbatasan masanya. Zaid bin Tsabit misalnya, seorang sespri (sekretaris pribadi) Rasululloh Saw, pernah diamanahi Rosul untuk belajar bahasa Ibrani dan Suryani. Dengan cekatan, Zaid berhasil menguasai 2 bahasa tersebut hanya dalam waktu satu bulan. Subhanalloh..

Banyak tokoh hebat lain yang didukung kemampuan linguistik nan mumpuni. Seorang ilmuwan dan filsuf muslim abad pertengahan, Al Farabi, menguasai 70 bahasa. Agus Salim, seorang pelopor kemerdekaan RI dan cendekiawan muslim, menguasai 9 jenis bahasa. Bahasa Belanda Agus Salim malah dipelajari semasa beliau di kapal laut dalam perjalanan menuju Belanda. Keren! Contoh lain, Ir Soekarno, Presiden pertama RI, ternyata menguasai 5 bahasa. Ilmuwan-ilmuwan muslim abad pertengahan bahkan minimal menguasai 2 jenis bahasa untuk memperlancar transfer of knowledge mereka dalam menimba ilmu. Karenanya, bahasa adalah kunci ilmu pengetahuan.

Di masa kuliah dahulu, saya sangat bersemangat mempelajari berbagai bahasa baru, utamanya bahasa daerah. Hal itu mengingat mahasiswa STAN terdiri dari berlapis-lapis latar belakang suku dan bahasa. Saya senang menggunakan berbagai kesempatan yang ada untuk dapat melatih kemampuan bahasa saya. Saat di warung makan padang misalnya, saya usahakan berbicara dalam bahasa padang sederhana, “uda, ikan sampade duo, tambonyo ciek bae..” (Uda, ikan asam pedas dua, tambahnya satu saja). Senang rasanya, saat dapat berkomunikasi dalam bahasa lain. Seolah, saya adalah bagian dari komunitas mereka pula. Tak jarang, saya juga salah berkata-kata, walau itu tak mengapa bagi yang mendengar. Saat di warung sunda misalnya, “Ceu, tminumna cai bodas..”,(Ceu, minumnya air putih), kata saya pada mbak-mbak penjaga warung. Saya pun diberikan segelas air putih. Belakangan saya baru tahu, sebutan yang lazim untuk air putih yang saya maksud dalam bahasa sunda harusnya “cai herang” atau air jernih.. Ternyata, “cai bodas” yang saya sering sebut berarti air putih dalam artian sebenarnya: air yang berwarna putih (seperti susu vanilla atau minuman lain yang berwarna putih). Syukurlah saya tidak diberi minuman susu oleh si ceceu, haha..
—–

Semenjak bekerja, minat belajar bahasa saya rasanya mengendur. Koreksi: bukan mengendur tetapi berubah haluan. Hasilnya, saya lebih terkonsentrasi di bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Saya bahkan pernah menempuh les malam hari untuk dapat menguasai keduanya. Walau begitu, ternyata saya hanya sempat menjalani les bahasa tersebut selama sebulan, dikarenakan berbagai kendala semisal jarak dan waktu.

Tentang belajar bahasa Inggris, saya cukup punya banyak motivasi mengapa harus segera menguasainya. Motivasi utama adalah untuk mendapatkan beasiswa luar negeri. Sudah barang tentu saya ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri, dan pastinya, skor tes kemampuan bahasa inggrisnya harus mencukupi. TOEFL, misalnya, harus minimal bernilai 500 untuk dapat menembus beasiswa ke negara-negara semisal Jepang atau Korea. Untuk negara native english seperti Inggris atau USA, skor minimalnya bisa sampai 550. Saya pribadi mencanangkan (duh, bahasanya..) dalam tahun ini saya sudah harus mendapat Institutional TOEFL Score sebesar 550. Berat tapi, insyaAlloh bisa!

Motivasi lainnya adalah fakta bahwa Indonesia tidak memiliki banyak jurnal ilmiah yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Dalam harian Kompas pernah disebutkan bahwa peneliti Indonesia, sangat sedikit yang mempublish jurnal ilmiahnya dalam bahasa Inggris. Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina pun pernah mengungkapkan hal yang sama. Data dari situs Kementerian Riset dan Teknologi menunjukkan, jurnal internasional kita baru ratusan jumlahnya. Jauh dari Malaysia dan Singapura yang masing-masing sudah empat dan lima kali lipat Indonesia. Hal tersebut sedikit banyak juga diakibatkan rendahnya literasi peneliti kita atas bahasa Inggris. Saya punya keinginan untuk dapat menulis dan tulisan saya di jurnal internasional. Dengan menulis di jurnal internasional, karya kita akan dibaca dunia dan otomatis kita juga dapat mendapat masukan dari dunia internasional.

Dua motivasi itu sudah cukup membuat saya bersemangat untuk terus melatih kemampuan berbahasa Inggris saya. Di samping itu, selalu ada banyak hal yang tiba-tiba saja membuat saya semakin bersemangat untuk belajar bahasa Inggris. Misalnya, saat mendengar cerita bahwa salah seorang pejabat eselon satu bidang pengawasan internal di kantor saya, punya skor TOEFL di atas 600. Hebat sekali, pikir saya. Mengapa beliau bisa sementara saya tidak? Bukankan dengan ketekunan semua hal insyaAllah bisa dicapai. Dan berbagai kejadianpun saya harap dapat terus memacu saya dalam belajar bahasa Inggris khususnya, dan ilmu-ilmu lain pada umumnya.

Saya telah mencoba beberapa metode dalam belajar bahasa Ìnggris. Tiap metode memiliki karakternya masing-masing dalam mengasah berbagai skill berbahasa Inggris saya. Berikut di antaranya:
1. Ikut Les
Saya merasa, cara termudah untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris saya adalah dengan mengikuti Les Bahasa Inggris. Cukup banyak lembaga yang menyelenggarakannya. Saya sendiri pernah ikut Les Bahasa Inggris di Lembaga Bahasa Universitas Indonesia walaupun pada akhirnya berhenti karena terkendala waktu yang berbarengan dengan waktu kuliah.

Dengan mengikuti les, kita terkondisikan untuk bersama orang-orang yang mau belajar dan sekaligus, kita bisa berkompetisi dengan mereka. Bagi saya pribadi, les cenderung lebih pas dengan gaya saya yang lebih mudah belajar dalam sistem yang baik. Walaupun cukup mahal di kantong, cara ini sungguh efektif apalagi jika tidak punya banyak waktu semisal sudah akan tes untuk mendapatkan beasiswa.

2. Mengganti Bacaan Sehari-hari dengan yang Berbahasa Inggris
Kalau yang ini contohnya, saya mencoba untuk tidak membaca situs berita berbahasa Indonesia lagi. Untuk berita dalam negeri, saya mencoba untuk merutinkan membaca http://www.thejakartapost.com, sebuah situs berita nasional berbahasa Inggris. Walaupun beritanya saya rasa banyak yang perlu diklarifikasi kebenarannya (karena memakai sudut pandang asing), tetap saja lebih banyak berita yang valid kebenarannya.
Untuk situs berita internasional, cukup banyak referensi yang bisa dipakai. Saya sendiri biasanya membaca BBC dan Al Jazeera.

3. Meningkatkan Listening Comprehension dengan Radio dan Film
Biasanya, saya mencoba melatih pendengaran saya untuk lebih peka terhadap pronunciation dengan mendengarkan radio. Saya senang mendengarkan kanal BBC News Service, sebuah program berita internasional BBC yang mengudara di 95.9 Smart FM Jakarta. Diputar selama satu jam setiap hari, saya kira listening comprehension  kita bisa amat terlatih, bahkan dengan hanya mendengarkan selama 15 menit setiap hari. Yang terpenting kontinu. Selain di Smart FM, untuk daerah Jakarta bisa search program di Kiss FM. Saya pernah mendengarkan program music interactive talk di kanal ini. Tapi, saya udah lupa  kapan programnya tuh..

Cara lain yang sangat efektif bagi saya adalah dengan menonton film, baik lewat DVD via laptop maupun langsung dari televisi. Walau sekarang ini saya sudah agak jarang nonton film, tetap saja menonton film berbahasa Inggris adalah lebih baik bagi kita dalam melatih listening kita. Selain itu, juga karena kita bisa melihat langsung mimik muka Si Native saat berbicara. Kalau masih sulit untuk menonton tanpa subtitle, ya nggak apa-apa juga pakai subtitle. Asal, yang dipakai ya english subtitle. Saat menonton, jangan lupa siapkan kamus dan pena untuk mencatat kosa kata baru (hitung-hitung buat gantiin popcorn dan softdrink :).

Rasanya itu saja yang dapat saya bagi terkait bahasa dan penguasaannya, terutama bahasa Inggris. Maaf cuma sedikit saja tips-tipsnya. Seperti pepatah, hanya mereka yang punya saja yang bisa memberi, memang cuma segitu saja kapasitas saya dalam hal ini. Doakan, supaya kita senantiasa dapat menjadi begian dari orang-orang yang senantiasa mau terus belajar. Belajar kapan saja di mana saja..

 

Referensi:

http://www.mujahidinkekasihallah.blogspot.com/2010/11/bahasa-senjata-penakluk-dunia.html

http://www.koran.republika.co.id/koran/0/123502/Al_Farabi_Filsuf_Muslim_Abad_Pertengahan

http://www.pustaka.ristek.go.id/main/about

Read Full Post »