Feeds:
Pos
Komentar

Archive for April, 2012

Refleksi Bakda UTS
Ujian tengah semester D-IV STAN telah berakhir, beban-beban pun terasa berkurang. Namun begitu, masih saja hati ini diiringi kerisauan tentang seperti apakah hasilnya. Dahulu, saat tahu saya lulus penerimaan D-IV STAN, saya sangat bersyukur. Lulus D-IV adalah sebuah keberuntungan dan kesempatan yang amat berharga bagi saya. Setelah itu, saya bertekad untuk dapat meraih pencapaian yang semaksimal mungkin di perkuliahan D-IV ini, dari sisi nonakademis dan tentu saja, sisi akademis.
Dari sisi nonakademis, ingin sekali saya meningkatkan soft skill saya lewat berorganisasi, hal yang belum saya optimalkan semasa kuliah D-III dulu. Kagok berbicara di depan umum, takut mengeluarkan ide-ide di komunitas, malas beraktivitas di luar kegiatan akademis dan-lain lain harusnya hilang jauh-jauh dalam 2 tahun perjalanan saya di kampus ini nantinya. Tentu saja, selain bermanfaat untuk meledakkan potensi diri, manfaat lainnya tentu saja adalah membuat orang lain merasakan kebermanfaatan diri ini. Sekadar berkontemplasi, diri ini akan terasa bermanfaat manakala ketiadaan diri ini membuat orang merasa sedih dan, adanya kita membuat orang lain merasa senang. Sebuah hal yang harusnya sudah saya usahakan sejak lama dengan tidak hanya menjadi “sekadar” mahasiswa ketika D-III dulu. Ke depannya, ini tentu bakal bermanfaat ketika di kantor kita bisa menjadi bagian dari solusi di ranah birokrasi secara khusus dan bangsa ini pada umumnya. Dan bukan sekadar numpang cari makan, cari nafkah dari uang dari uang rakyat, lalu pensiun. Itu target pencapaian saya dari sisi non akademisnya.
Di sisi akademis, rasanya zaman D-III dulu lebih miris lagi deh: hanya menjadi mahasiswa dengan pencapaian IP tiga koma alhamdulillah. Bahkan, sempat pula masuk ke kalangan PMDK. Miris sekali ya . Rasanya terlalu sayang masa tiga tahun di STAN dulu jika ternyata diri ini tidak lebih baik ketimbang sebelum masuk STAN. Kenapa juga dulu saya memilih masuk kampus ini dan tidak mengambil opsi kuliah di kampus lain yang ternyata lebih prospektif bagi peningkatan potensi intelektual diri? Sudahlah, menyesal tiada guna. Apalagi menyalahkan situasi yang ada. Memang tiap pilihan punya konsekuensinya masing-masing. Dan, harusnya iklim comfort zone yang ada di kampus ini menjadi tantangan tersendiri yang harus ditaklukkan. Berkacalah pada teman-teman sekampus yang berhasil memaksimalkan kapasitas keilmuannya walaupun dililit berbagai keterbatasan. Bukan rahasia lagi kalau banyak orang yang memilih kampus ini lantaran serba kekurangan untuk kuliah di tempat yang lebih mereka minati. Bukan seperti diri ini yang serba berkecukupan namun terbuai olehnya dan kemudian bertekad: yang penting lulus. Ini harus dibayar lunas dengan meraih IP terbaik, mengulang, atau bahkan melebihi pencapaian terbaik dahulu, sekada meraswa level cumlaude. Yakin harus bisa, yakin usaha sampai 🙂
Kembali ke topik (setelah sejenak ngalorngidul bernostalgia..), ternyata butuh lebih dari sekadar tekad untuk mencapai apa yang telah dicitacitakan. Setelah UTS selesai, kami diizinkan oleh dosen untuk mengundurkan jadwal kuliah. Hal yang berarti: libur tambahan. Dan kami pun merayakan liburan kami dengan sukacita. Namun, dua pekan libur ternyata berlalu dengan cepat dan tahu-tahu saja kami sudah kuliah lagi senin kemarin. Kuliah pertama kami setelah liburan “tengah semester” adalah Teori Akuntansi. Ketika dosen mata kuliah tersebut mengumumkan hasil ujian kelas (walau tidak menyebutkan nama), dari yang beliau sampaikan saya merasa peluang saya untuk mencapai hasil terbaik sebagaimana yang pernah saya targetkan tidaklah terlalu besar. Memang, dari data yang beliau sampaikan, secara umum perolehan kelas kami memuaskan kata beliau. Apalagi jika dibandingkan dengan pencapaian sebelumnya yang tahun lalu. Di tahun kemarin, nilai terendahnya saja masih berbilang tiga puluhan. Sementara di kelas kami, nilai yang terendah ada di kisaran lima puluhan. Namun, definisi memuaskan beliau rasanya tidak berbanding lurus dengan pencapaian dan harapan saya. Itu karena sebagian besar mahasiswa ada di rentang nilai B, yang mengindikasikan pula di situ rentang nilai saya. Miris. Padahal, saya dan teman-teman sudah tahu gambaran karakter dosennya dalam melakukan penilaian. Padahal, kemungkinan soal yang akan dikeluarkan sudah dapat diterka. Padahal, terlalu banyak kesempatan waktu luang yang ada. Padahal, saya bisa berusaha lebih dari itu jika bisa mengalahkan kemalasan diri dan sedikit berusaha keluar dari zona nyaman. Padahal, padahal, padahal…
Baiklah. Lets light on the candle, don’t curse the darkness. Sudah cukup hasil UTS tadi menjadi cambuk bagi saya untuk berbenah. Mari berubah di masa kuliah pasca UTS D-IV ini. Setelah perjalanan perkuliahan pra-UTS kemarin terasa begitu “gelap”, mari mulai membuka buku lagi. Membaca materi perkuliahan sebelum masuk kelas, mencatat dan me-record perkuliahan dengan saksama ketika perkuliahan, serta meresume materi dan mengulang kembali di rumah-rumah dan kamar-kamar kost selepas kuliah. Moga saya dan teman-teman sekelas beroleh IP cum-laude semua, amin 

Read Full Post »